Kamis, 10 Juni 2010

Cerita Ibuku

Ibuku bernama Sudarmi. Konon khabarnya ibuku adalah anak tertua dari 6 bersaudara dari Ibu Marsinah. Sedangkan Nenekku Marsinah adalah anak tertua juga dari 6 bersaudara pula dari Buyutku Sukiman Sutodrono. Buyutku Sukiman adalah anak terakhir dari 3 bersaudara dari seorang demang di Semarang bernama Demang Singo yang kedudukannya sekarang di Lamper Tengah. Kalau disitu ada rumah joglo ukir-ukiran yang dihuni Bpk. Sunardi adalah rumah peninggalannya. Dulu Sri Sultan Hamangkubuwono VIII-IX sering main ke rumah beliau. Konon khabarnya Demang Singo adalah anak dari seorang panglima perang jaman penjajahan Belanda, orang tersebut sering kami sebut Mbah Banteng yang makamnya ada di daerah Ngemplak Semarang. Konon khabarnya ternya Mbah Banteng adalah anak seorang Pangeran yang gagah berani melawan penjajah atas hak akan tanah yaitu Pangeran Diponegoro dari salah satu istrinya. Sedangkan Pangeran Diponegoro adalah anak dari Hamengkubuwono III dari istri selirnya. Hamengkubuwono adalah garis keturunan dari Sultan Agung dan di atasnya Danang Sutowijoyo Raja Mataran Pertama yang bergelar Panembahan Senopati Ing Ngalogo Sayidin Panotogomo.
Sejarah memang sangat unik, Sutowijoyo yang kita kenal anaknya Ki Gedhe Pemanahan, menurut beberapa cerita ternyata bukanlah anak yang sebenarnya!. Ki Gedhe Pemanahan mempunyai Juragan yang bernama Jaka Tingkir. Saat sedang supervisi dan monitoring di daerah Salatiga (sekarang Kotamadia Salatiga) Jaka Tingkir telah terpesona dengan seorang gadis dan yang mengejutkannya lagi adalah Si Gadis hamil di luar nikah. Betapa kalutnya Jaka Tingkir saat itu, padahal dia sedang mengincar anak dari Sultan Trenggono penerus tahta Demak namun membuntingi seorang gadis. Berkatalah Jaka Tingkir kepada kekasihnya itu:, ”Diajeng mafkan Kanda, bukannya Kanda tak mencintaimu, tapi Kanda mempunyai misi yang lebih besar yaitu mengincar kuris sebagai pewaris tahta tanah jawa ini dinda, karena saya dan keturunan sayalah yang lebih berhak daripada R Patah dan Trenggono itu, maka saya harus menjadi menantunya Trenggono dan menggantikan posisinya”.Singkat cerita Ajudan nya lah yang bernama Ki Gedhe Pemanahan yang mendapat pulung mengawini si gadis tadi, lahirlah Danang Sutowijoyo. Lalu Siapakah Jaka Tingkir itu? Beliau adalah anak dari Ki Ageng Pengging yang merupakan musuh bebuyutan kerajaan Demak. Kenapa Pengging dimusuhi Demak alias Raden Patah dan anaknya Trenggono, karena ditakuti mengancam kedudukannya sebagai Raja Demak. Sebab Pengging adalah anak dari Kebo Kenongo dan Kebo Kenongo adalah anak kandung Brawijaya V dari istri pertama yang berasal dari Jawa. Padahal Raden Patah sendiri adalah juga anak kandung Brawijaya V dengan Putri Campa yang meruntuhkan Kerajaan Majapahit dengan menyerang ayahnya sendiri. Brawijaya V dan dua ajudanya Sapdopalon dan Noyogenggong moksa di Gunung Lawu. Saat telah mengalahkan bapaknya menghadaplah Raden Patah kepada neneknya/ ibu Brawijaya V,”Nek , aku telah mengalahkan Ayah nek dan akan menjadi Raja baru di Jawa ini dengan nama Kerajaan Demak, Kerajaan Islam Pertama di Tanah Jawa”. Sang nenek berkata ”O alah Nnger cah bagus, kowe kok tegel ngraman bapakmu dewe, kowe kudu njaluk ngapuro ngger cah bagus, senajan ngono tetap simbahmu iki mangestuni kowe, nanging kowe nglungguhi tampuk pimpinan tanah jawa ora iso suwe ora popo ya ngger, kowe kuasa trimane 3 keturunan wae yo nang, sebabe ono sing luwih hak yaiku keturunane bapakmu sing seko garwo sepisan garwo saka tanah jawa”.
Perseteruan antara menantu Raden Trenggono tak dapat dihindari, 3 menantu itu adalah: Ario Penangsang, Jaka Tingkir dan yang netral adalah Sunan Hadiri(istri Kalinyamat Jepara). Untuk melenyapkan Jaka Tingkir, Aryo Penangsang melakukan kolaborasi dengan Perwira Perang Senior yaitu Sunan Kudus. Terjadilah kesepakatan dan tipu muslihat demikian, Sunan Kudus telah menyiapkan kursi untuk tempat duduk Jaka Tingkir saat mereka bertiga diminta menghadap Sunan Kudus. Kursi tersebut oleh Sunan Kudus telah diberi mantera untuk melenyapkan semua ilmu kesaktian yang dimiliki Jaka Tingkir seandainya mendudukinya. Sekitar tahun 1720 bulan tidak terdeteksi, diundanglah via sms ala itu ke 3 menantu Trenggono itu di hadapan Panglima Perang Sunan Kudus cerdik pandai yang berasal dari Palestina itu. Undangan yang semestinya pukul 9 pagi waktu Demak molor. Jam 9.30 si Penangsang yang datang duluan karena sedang menguasai permainan. Baru pukul 10 pagi Sunan Hadiri datang sampai jam 10 pagi, itu saja yang datang. Sampai jam 11 siang Jaka Tingkir tak menampakkan batang hidungnya, mungkin sms nyangkut di jalan atau dah punya firasat mau diplokoto / diperdaya oleh kerabatnya itu. Berkatalah Aryo Penangsag dengan marahnya”Romo Kudus, Kenapa Tingkir gak nongol nongol romo, saya sudah tak sabar melihat dia luluh lantak kesaktiannya setelah duduk di kursi ini”. Sunan Hadirin (suami Ratu Jepara Kalinyamat) yang tak tahu menahu bertanya lugu, ”Kursi apa to romo”, begitu tanyanya. Romo kudus tak menjawab, dia hanya memalingkan muka ke Ario Penangsah dengan menahan marah karena tak bisa jaga rahasia. Karena situasi memanas dan sedang terik teriknya matahari jam tengah siang, berkatalah Aryo Penangsang, ”Sudah jangan banyak cingcong kamu, kalau tingkir tak datang kamu saja sebagai gantinya, secepat kilat sambil mencabut keris dan menghunuskannya ke perut Sunan Hadi”. Sunan hadiri bersimbah darah. Setelah menghunus keris, Aryo lupa akan kursi jebakan yang telah dibikinnya, ia duduki kursi itu sambil duduk tak berdaya karena rasa penyesalannya telah menusuk Sunan Hadirin. Hilanglah kesaktian Aryo Penagsang. Kemudian Sunan Hadiri bersama pengikutnya pulang ke Jepara dengan bersimbah darah, melewati beberapa desa, saat melewati suatu tempat ia berhenti di tepi sungai untuk beristirahat, berkatalah Sunan Hadirin , ”Karena darahku banyak mengeluar di sungai ini dan warna sungai ini berubah menjadi ungu, maka derah ini saya beri nama Kaliwungu (sekarang Kec. Kaliwungu Kab.Kudus .Penulis pernah napak tilas di kec Kaliwungu saat bertugas sebagai pendamping pertanian) . Tiba di suatu daerah dan mendekati ajal karena kepalanya tersengal-senggal , maka deaerah itu diberi nama Pecangaan (salah satu kecamatan di daerah Jepara). Dan Sunan Hadirin tibalah di depan istrinya Ratu Kalinyamat. ”Kanda, perbuatan siapakah ini” katanya. ”Penangsang, penangsang lah yang membunuhku”, sambil berkata Sunan Hadirin menghembuskan nafasnya yang terakhir. Kanda janganlah kuatir aku akan membalaskan sakit hatimu itu. Sejak itu Ratu Kalinyamat bertapa/bersemedi udoh (tak berpakaian, tanpa sehelai benangpun di salah satu dari 9 gunung yang ada di Pegunungan Muria). Empat bulan kemudian Jaka Tingkir menjenguk Ratu Kalinyamat, ”Kenapa Mka Ayu melakukan tapa seperti ini? tanyanya. Kalinyamat menjawab,” Aku dendan dengan Aryo Penangsang. Dan aku tak akan menghentikan tapa udohku ini jika aku belum keramas darahnya Aryo Penangsang” begitu sabdanya. Miris mendengarnya, bagaimana tidak, Keramas darah manusia?. Tak tega melihat Nyamat seperti itu, Jaka Tingkir mulai mengatur siasat. Apalagi kursi tahta dia incarnya juga.
Jaka Tingkir alias Mas Karebet tahu rahasia besar kelemahan Arya Penangsang. Dia akan kalah jika berperang melawan anak kecil, karena itu merupakan pantangannya. Maka diaturlah siasat perang antara Penangsang dengan anak kandungnya sendiri yaitu Danang Sutowijoyo yang saat itu baru berumur 15 tahun. Medan kuru setro telah disiapkan, pagi hari yang mencekam antara hidup dan mati , antar paman dan kemenakan.Suara burung bangkai mengitari lokasi peretempuran karena ia pikir akan ada pesta daging manusia setelah itu. Aryo Penangsang menggunakan kuda jantan bernama Gagak Rimang sedang Sutowijoyo mengunakan jaran/kuda betina cantik berwarna putih dan tombak Kyai Plered. ”Hai Tingkir,keluar kamu, dimana kamu, keluarlah, dasar pengecit! Kenapa kau kirim anak kecil untuk melawanku?” cerca Penangsang. Sutowijoyo menjawab mewakili bapaknya,”Paman, meskipun aku anak kecil, janganlah kau anggap remeh lah aku, aku mampu mengalahkan paman” sahut Danang. ”Ha ha ha , apa kau kata, kamu akan mengalahkanku , mustahil, kamu anak ingusan, anak kemarin sore akan mengalahkan ku! Imposibel danang danang!” tertawanya Penangsang dengan kesombongannya.
Kuda Aryo Penangsang yang ternyata juga berkatagori kuda play-boy itu tak konsentrasi berperang, yang muncul hanya nafsu birahi saja melihat jaran/kuda cewek nan cantik jelita. Berkatalah Gagak Rimang kepada kuda Sutowijoyo dengan tak peduli sama perintah majukannya Penangsang, ”Dik cantik , siapa namamu, kenama kita mesti berperang, apakah tak sebaikknya kita memadu kasih aja, kamu kan cantik jelita sedangkan aku gagah perkasa, kita akan mempunyai keturunan kuda yang baik nantinya. Kenalkan aku, aku si Gagak Rimang kuda terhebat, tertampan, terkokoh pada kurun waktu dasawarsa ini, percayalah padaku aku akan mengawinimu dan bertanggungjawab pada anak anak kita rayunya”.Saat itu memang Gagak Rimang tersohor sebagai kuda jantan yang superhibrida ketangguhannya, sekuat dan sekeras baja kekokohan hatinya, namun ternyata lemah oleh wanita. Kuda penangsang merasa di atas angin, pesonanya menebar ke medan pertempuran, bukan pesona perang namun pesona birahi dan cinta dari Gagak Rimang. Selain itu Gagak Rimang juga seekor kuda yang kurang ajar, sambil menguntit/mengejar dari belakang, Gagak Rimang berkata,”Selain cantik, kamu bahenol juga, sini pantatmu yang bahenol ini kugigit enak, ha ha ha. Kesempatan ini dimanfaatkan sebaik baiknya oleh kuda betina untuk terus berlari lari memutar selayaknya gadis yang sedang jual mahal didekati seorang cowok. Posisi ini telah dirancang oleh Jaka Tingkir –Ki Gedhe Pemanahan dan Sutowijoyo, pososi yang tepat adalah saat melingkar. Pas posisi Gagak Rimang di arah Barat terkena sinar pagi hari, dihunuskannyalah tombak kyai Pletred ke arah perut kiri belakang, ”Jros”, darah segar mengalir dari Lempeng kiri Aryo Penangsang. Meskipun darah habis banyak dan usus terburai peperangan tetap belum usai. Aryo Penangsang mampu bertahan , karena memang kesaktiannya luar biasa meskipun telah berkurang saat menduduki perangkap kursinya sendiri. Dikejarnya terus Sutowijoyo sampai benar benar mendekat, Penangsang melompat menangkap Sutowijoyo, dan pada akhirnya Sutowijoyo tertangkap. ”Kena kamu anak brengsek” katanya sambil mata melotot menahan amarah. Penangsang tak menyiakan waktu, ditariknya keris di pinggang kirinya”Sret..cras”. Namun apa yang terjadi. Bukan Sutowijoyo yang terbunuh, tapi keris telah memotong seluruh usus yang disampirkannya/diletakkan diatas kerisnya. Terputuslah usus-usus Penangsang, Penangsang mengumpat”Sontoloyo Wijoyo, bangsat kamu” sampai nafas terengah menjelang ajal dan akhirnya tewas. Akhirnya, Danang Sutowijoyo memenangkan pertempuran, menanglah Jaka Tingkir mengalahkan Aryo Penangsang dan menjadi Raja di Pajang (sekarang Kab Grobongan) dan Sutowijoyo jadi bupati di Mataram. Tentang nasib kedua kuda yang sedang kasmaran tak ada yang menceritakan , apakah jadi kawin menurunkan kuda kuda tangguh atau tidak. May be no, may be yes! .
Teringat sumpah Ratu Kalinyamat, Jaka Tingkir mengambil daun pisang untuk mengambil sisa sisa darah Aryo Penangsang di daerah perutnya, setelah dirasa cukup melesatlah bak halilintar secepat kilatan pedang Jenghiskan maupun Napoleo Bonaparte, kuda Jaka Tingkir ke Gunung Muria tempat bertapanya sang ratu. Saat itu telah senja, menambah suasana angker lokasi bertapa tibalah Jaka Tingkir di TKP ”Mbak Ayu Nyamat, titah Embak telah aku laksanakan , Penangsang telah mati di tangan Danang Sutowijoyo” ini darah Penangsang, sambil menyodorkan secangkir darah segar di daun pisang. Segera diambil darah tersebut, diusap usapkannya di seluruh rambut yang tergerai sampai ke pantat karena hampir 4 tahun sang ratu bertapa. Kejadian begitu tragis dan mengerikan. Kekejaman dibalas dengan kekejaman. Api dendam dibalas dengan api dendam. Air mata akan tertumpah jika tak sanggup melihatnya, darah saudara tak perduli! Audu bilahimindalik.
Pada akhirnya Pajang lemah karena usia Tingkir yang telah senja, pada akhirnya tanah jawa dilanjutkan oleh anak darah dagingnya Danang Sutowijoyo, maka kerajaan Mataram Islam berdiri memimpin tanah jawa dibawah naungan Sutowijoyo bergelar ”Panembahan Senopati Ing Alogo Kalifatullah Sayidin Panoto Gama”. Kerajaan Mataram Islam tersohor disaat pemerintahan Sultan Agung, namun wafat saat bertempur menyerang Belanda di Batavia, karena lumbung padi di daerah, Batang, Tegal, Brebes, Pekalongan, Cirebon , Indramayu dan Bekasi habis dibakar oleh Belanda dan para pengkhianat bangsa. Sehingga terntara mataram tak bisa berperang karena kelaparan.
Konon kabarnya yang lebih unik dan seru lagi , suami dari nenekku Marsinah bernama Sukardi adalah masih keturunan dari Raden Patah (namun tidak diceritakan apakah keturunan dari Penangsang, Sunan Hadirin, atau Jaka Tingkir sendiri dengan istri dari anak Trenggono)dari Kerajaan Demak, yang melahirkan ibu saya bernama Sudarmi.


Catatan:
demang adalah jabatan kepala pemerintahan setingkat Camat yang bertanggungjawab kepada pimpinannya yang disebut Wedono, Wedono memimpin beberapa Demang. Wedono bertanggungjawab kepada Bupati/Adipati. Seorang Bupati mempunyai beberapa Wedono di wilayahnya. Wedono mempunyai beberapa Demang/Kecamatan.

1 komentar: